Gelegar



Aku adalah seorang lelaki yang penuh cinta dan emosi, nama ku  William Gelegar. Kejadiannya sekitar tiga tahun yang lalu, pada saat itu aku adalah seorang anak SMA kelas tiga di salah satu sekolah swasta di Bandung dan kebetulan mengambil jurusan IPA yang sampai saat ini aku masih ga tau kenapa masuk jurusan itu.Untuk umur seusia anak sekolahan seperti itu tentu saja masih memiliki jiwa yang labil tapi bukan alay.

Teman-teman sekelas ku semuanya berjumlah 35 orang, dan ada satu teman sekelas yang selalu membuatku adem saat memandangnya dan selalu ingin memilikinya. Namanya  adalah Lia Luthfiansyah Megamendung Nata Kusumi Atmanagari  atau panggil saja Lia. Sebenarnya sih sudah lama aku suka sama dia, kalo dihitung-hitung sudah dua tahun lebih aku naksir dia tepatnya pada waktu kami masih duduk di kelas satu.

Entah apa dan mengapa  sampai saat ini aku belum bisa mengungkapkan perasaan itu dan masih setia ku pendam walau berat rasanya. Tidak seperti nama panjangku “Gelegar”, bisa dibilang aku adalah tipe laki-laki pendiam, ga banyak bicara, murah senyum, murah hati, pandai menyimpan rahasia orang lain apalagi rahasia sendiri. Mungkin sifat pendiam itulah yang membuat aku sulit mengungkapkan perasaan selama  dua tahun lebih. Wow..cukup lama juga yah..

Tapi kalau dipikir-pikir bukan Cuma sifat pendiamku saja yang membuat aku sulit tuk mengungkapkan rasa suka, ada beberapa factor, diantaranya adalah perbedaan status sosial. Dia anak orang berada, dari segi pakaian sampai pergaulan tentu saja seperti anak-anak orang kaya lainnya,. Ke sekolah saja diantar jemput pake mobil. Lain halnya dengan diriku , aku adalah  anak dari kalangan biasa saja yang kebetulan orang tua ku mampu menyekolahkan aku di sekolah swasta yang bisa dibilang biaya SPP dan lainnya paling mahal sekota Bandung.

Tiap hari aku ke sekolah jalan kaki yang lumayan jauh jaraknya dari rumahku, kalau dihitung-hitung bisa menghabiskan 1 jam perjalanan dengan berjalan kaki menuju sekolah. Sebenarnya orang tuaku tiap hari ngasih uang cukup untuk ongkos naik angkot, tapi aku lebih memilih berjalan kaki dan menabungkan uang pemberian ortu. Pikirku, selama kaki ini masih bisa berjalan, dan tanpa menggangu kegiatan sekolah ku karena kecapean berjalankaki  kenapa harus naik angkot? Aku laki-laki masa berjalan dengan jarak seperti itu ga mampu? Mendingan uangnya ku tabungin aja buat keperluanku nanti. Ya beginilah kehidupan, ada yang di atas ada yang di bawahm tapi aku yakin Tuhan Maha Adil.

Hari demi hari berlalu, hingga suatu saat ketika aku datang ke sekolah tidak seperti biasanya, jam 6 pagi aku sudah standby di depan kelas ku, tapi hari itu sudah hampir jam tujuh aku baru tiba di sekolahanku.  Saat itu ku perhatikan dari jauh teman-teman sekolahan ku sudah nongkrong di depan ruang kelas, sebagian lagi sudah ada ruangan sembari menunggu bel berbunyi tanda semua murid harus masuk kelas.  

Setibanya aku di ruangan kelas bel pun berbunyi dan semua teman-temanku masuk kelas dan duduk dibangku masing-masing dengan rapi kemudian aku pun bergegas masuk ke ruangan kelas. Tapi ada sesuatu yang menggangguku, gadis pujaanku tak ada di bangkunya, hanya nampak tas sekolahnya dan buku-bukunya. Hatiku bertanya-tanya kemana gerangan gadis pujaanku? Aku coba beranjak dari tempat duduk untuk melihat ke jendela  siapa tau dia masih di luar dan benar saja dia masih diluar berbincang dengan sesama anak IPA beda ruangan kelas.

Aku kenal anak itu, namanya adalah Yoga Naga Prayoga Siapsiaga, tau panggil saja Yoga, dia bisa dikatakan anak borju juga. Aku terus memperhatikan mereka, tidak ada pikiran apa pun di benak ku, yang kulihat adalah pemandangan terindah di sekolahanku, gaya bicaranya, senyumnya, tawanya membuat jantungku dag dig dug walaupun dia berbincang dengan anak lain, bukan diriku. Hmm.. andai yang diajak berbincang itu aku dan bukan Yoga, hatiku sudah pasti berbunga-bunga.

Tak sadar sudah bermenit-menit berlalu aku masih berdiri di jendela dan terus memandang mereka, kuperhatikan Lia seperti sedang berpamitan pada Yoga dan akan segera masuk ruang kelas, kontan saja hatiku gembira karena di ruang kelas aku bisa memandangnya lebih dekat lagi. Namun saat Lia sudah membalikan badan tiba-tiba Yoga menarik tangan Lia kemudian mencium bibirnya dan masuk keruang kelasnya begitupun Lia setelah kecupan singkat itu langsung menuju kea rah ruang kelas ku, aku pun bergegas kembali ke tempat duduk.

Ku lihat wajah Lia, gadis pujaan ku seperti sedang merasakan kebahagiaan, dia tersenyum  sembari menyapa teman-teman yang berada di dekatnya. Weleh..mungkin rona bahagia di wajahnya karena kecupan singkat dari Yoga tadi, bisa jadi pikirku. Tapi bagaimana dengan aku? Yang sekian lama memendam rasa suka, pegang tanganya pun belum pernah. Bisa dibayangkan betapa sedihnya aku saat itu. Kini aku baru sadar bahwa mereka telah jadian.

 Jam pelajaran pertama saat itu tidak ada karena para guru sedang rapat, semua teman sekelasku gembira begitupun Lia , tapi aku cuma menunduk dengan tatapan kosong. Binar di mata Lia adalah binar kebahagiaan, binar di mataku adalah binar kesedihan. But, boys don’t cry, aku tahan kesedihanku walau hati ini menjerit, tapi aku laki-laki harus bersikap seperti laki-laki. Jam dan menitpun terus berlalu hingga akhirnya bel pun berbunyi tanda sekolah hari ini sudah selesai.

Seperti biasa pulang dan pergi dari sekolah ke rumah dengan berjalan kaki. Tak terasa kaki ku ini sudah membawaku  ke rumah, lalu aku masuk ke kamar ku dan duduk di kursi meja belajarku. Aku duduk sambil merenung dengan seragam masih menempel dibadanku. Terhanyut oleh lamunan, aku sampai lupa mengerjakan tugas rumahku, mencuci piring dan mengisi air bak, kontan saja aku bergegas mengerjakan perkerjaan rumahku sebelum ayahku pulang dari tempat kerjanya.

Oh..Tuhan, beginikah nasibku? Setelah bertahun-tahun aku ingin memilikinya tetapi ternyata dia sudah ada yang memiliki? Kenapa Tuhan? Jawab pertanyaanku? Hhhh…berisik, masa laki-laki punya jiwa cengeng seperti itu, yakinlah Tuhan Maha adil, dan aku pasti akan mendapatkan yang lebih baik. Kata para pujangga cinta tak harus memiliki, dan aku setuju itu, tetapi alangkah baiknya untuk dimiliki juga, preet…

Itulah sepenggal kisahku, aku William Gelegar laki-laki tegar, dengan badan bugar walau tidak kekar akan selalu happy disepanjang hidupku dan perjalanan hidupku masih panjang.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar yang baik untuk kemajuan blog ini