Dari penelitian selama 40 tahun telah dibuktikan, bermain merupakan
kegiatan yang sangat krusial untuk perkembangan intelektual, sosial,
emosional, dan fisik anak-anak (Golinkoff, Hirsh-Pasek, Singer 2006).
Sayangnya, kegiatan bermain semakin kehilangan pamor, tidak berguna, dan ketinggalan jaman.
Bahkan menurut riset, menunjukkan waktu bermain anak-anak berkurang dari 40 persen pada tahun 1981 menjadi 25 persen di tahun 1997. Anak-anak
pra sekolah harus berkutat dengan kegiatan yang menomorsatukan aspek
kognitif yang tidak sesuai dengan usianya (Golinkoff dkk 2006).
"Di
Indonesiapun, terutama di kota-kota besar, keadannya mirip dengan apa
yang dikemukakan Golinkoff dkk," kata psikolog Mayke Tedjasaputr.
Mayke menjelaskan, untuk hidup sehat
dan sejahtera, orang dewasa membutuhkan keseimbangan hidup, antara
kegiatan bekerja dan rekreasi.
Sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak pun sangat perlu memiliki waktu yang seimbang antara belajar dan bermain. "Kalau
dihitung-hitung, kegiatan belajar pada anak-anak SD bisa lebih dari
delapan jam sehari," kata psikolog yang mengkhususkan sebagai play
therapist ini.
Selama sekian lamanya di sekolah, mereka terkungkung di dalam kelas, istirahat hanya dua kali 15 menit per hari.
Seusai sekolah, mereka masih harus mengikuti les tambahan pelajaran, atau les lainnya yang kadang bukan menjadi minat mereka.
"Tidak
aneh apabila anak-anak mengalami stres, jenuh belajar, dan tidak
bersemangat untuk belajar, prestasi akademik melorot," ujar Mayke. Tribunews